INI cerita tentang tekad sekelompok orang muda di desa Liang Bua, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Menyadari potensi wisata yang berada di wilayahnya yang sudah terkenal di antero dunia yaitu Liang Bua.
Liang Bua adalah situs arkeologi yang terkenal karena menjadi tempat ditemukannya fosil Homo floresiensis, atau yang lebih dikenal sebagai “Manusia Hobbit”.
Gua ini memiliki nilai sejarah dan ilmiah yang penting, menjadikannya salah satu situs prasejarah paling terkenal di dunia.
Sejak terkenal luas, banyak sekali kunjungan wisatawan baik domestik maupun manca negara. Namun, mereka yang berkunjung boleh dibilang sangat terbatas yaitu mereka memiliki kepentingan ilmu pengetahuan atau hanya pingin tau saja, seperti apa “rumah” purba Flores itu; atau hanya mau menyaksikan replik manusia Flores (homo floresiensis) yang berperawakan kecil itu.
Replik fosil homo floresiensis bersama berbagai artefak dan sisa-sisa tulang hewan purba, kini tersimpan di museum arkeologi yang letaknya di sekitar Liang Bua.
Liang Bua telah menjadi objek penelitian arkeologi sejak lama dan terus memberikan informasi penting tentang sejarah manusia dan evolusi, khususnya di kawasan Indonesia.
Selain nilai ilmiahnya, Liang Bua juga merupakan obyek wisata yang menarik, menawarkan pengalaman menjelajahi situs prasejarah dan menikmati keindahan alam sekitar.
Hal yang terakhir inilah yang membuat sejumlah orang muda desa Liang Bua, khususnya dusun Golo Manuk berimajinasi dan bermimpi besar bahwa kawasan Liang Bua harus menjadi obyek wisata yang menjanjikan ke depannya.
Sekelompok pemuda tersebut medesign mimpi besar bersama melalui wadah yang formal yaitu Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Liang Bua.
Digagas oleh beberapa tokoh pemuda yaitu Ignasius Paur, Fransiskus Deni Mangga, Hironimus Gani dan beberapa lainnya, maka lahirlah Pokdarwis Liang Bua sebagai wadah untuk mengelola situs arkeologi tersebut agar menjadi kian manarik minat wisatawan.
“Pokdarwis Liang Bua sudah digagas sejak tahun 2024 lalu. Namun resmi terbentuk pada Juni tahun 2024,” ungkap Hironimus Gani selaku sekretaris Pokdarwis Liang Bua, pada Selasa (19/8/2025) malam.
Sejak dibentuk resmi, Pokdarwis Liang Bua pun mendesign sejumlah mimpi besar agar wisatawan yang dulu “cuma mampir” menjadi betah dan bila perlu nginap.
Alhasil, sejak terbentuknya Pokdarwis Liang Bua, ada peningkatan kunjungan wisatawan khususnya wisatawan mancanegara.
Meningkatnya kunjungan wisatawan mancanegara tersebut karena ada pengurus Pokdarwis Liang Bua yang sudah terbiasa dengan dunia pariwisata selaku guide sebuah perusahaan tour operator.
“Kebetulan Ketua Pokdarwis Liang Bua adalah seorang guide, sehingga kunjungan wisatawan meningkat signifikan akhir-akhir ini,” tutur Hironimus Gani yang diiyakan oleh Wakil Ketua Pokdarwis Liang Bua, Fransiskus Deni Mangga.
Ketua Pokdarwis tersebut adalah Ignasius Paur atau akrab disapa Bang Tigor.
Mimpi Besar
Wakil Ketua Pokdarwis Liang Bua Fransiskus Deni Mangga menambahkan, ada berbagai potensi sumber daya di sekitar desa Liang Bua yang mendukung situs arkeologi Liang Bua.
Potensi yang paling utama adalah situs arkeologi Liang Bua ditambah museum Liang Bua. Namun, lanjut Fransiskus, potensi tempat wisata Liang tidak hanya itu. “Ada juga situs arkeologi Liang Galang yang menyimpan informasi arkeologi yang tidak kalah pentingnya seperti Liang Bua,” ungkap Fransiskus yang biasa dipanggil Deni.
Bahkan Deni mengakui, masih ada gua-gua lain yang ada di sekitar dua gua tersebut, namun belum dieksplor.
Letak Liang Galang berdekatan dengan Liang Bua atau satu kawasan.
Ini semua potensi yang harus dimanfaatkan oleh Pokdarwis Liang Bua agar bisa mendatangkan keuntungan ekonomi bagi warga sekitar situs arkeologi Liang Bua.
Potensi lainnya, tambah Deni, adalah bentangan dan panorama alam sekitar Liang Bua. “Alam di sekitar situs arkeologi Liang Bua sangat indah untuk dijelajahi atau menjadi obyek tricking, termasuk hamparan sawah yang berada di depan Liang Galang,” tambah Deni yang diiyakan oleh Hironimus Gani bersama sejumlah anggota Pokdarwis Liang Bua lainnya.
Dalam mimpi besar Pokdarwis Liang Bua, lokasi persawahan yang memikat mata di pinggiran sungai Wae Racang itu, akan menjadi lokasi tricking para wisatawan.
“Memang untuk sementara kami hanya menjual obyek wisata Liang Bua, Museum arkeologi Liang Bua dan Liang Galang,” jelas Deni dengan semangat.
Didukung Potensi Lain
Tentang potensi yang mendukung kunjungan wisatawan ke Liang Bua, Hironimus Gani menambahkan, sudah ada dalam rencana dan mimpi besar mereka.
“Tidak hanya soal potensi alam, tetapi juga hal lain yang intinya akan menjadi paket wisata yang lengkap,” tutur Hironimus.
Konsep lengkap yang dimaksud Hironimus dan kawan-kawan adalah wisata alam yang dipadukan dengan wisata budaya.
“Kami sudah terapkan konsep itu yaitu melalui wisata atraksi budaya,” ungkap Hironimus.
Setiap kunjungan kelompok wisatawan mancanegara, Pokdarwis Liang Bua mengatraksikan permainan “rangkuk alu” dan sering para wisatawan ikut bermain.
“Kami terapkan konsep hospitality sehingga para wisatawan merasakan bahwa seperti inilah adat Manggarai, termasuk mengajak mereka dengan ramah seraya menjelaskan apa makna atraksi rangkuk alu,” ungkap Hironimus.
Konsep hospitality Pokdarwis Liang Bua adalah benar-benar bernuansa lokal atau khas Manggarai yaitu “curu le ruku, kapu le gauk, naka le hadat” (dapat diartikan: disambut dengan kebiasaan, perilaku dan adat Manggarai yang ramah)
Deni pun menjelaskan dengan runut dan sesuai dengan tata cara menerima tamu khas Manggarai.
“Kami menerima tamu secara terhormat dengan dibaluti budaya Manggarai, yang artinya menerima tamu seperti keluarga sendiri dan memberikan apresiasi yang sebesarnya kepada tamu baik dari luar negeri, domestik maupun lokal Manggarai,” jelas Deni.
Menurut Pokdarwis Liang Bua seperti yang disampaikan Deni, para tamu sudah berkunjung dan mengorbankan waktu demi mengunjungi destinasi Liang Bua dan Liang Galang serta bertemu langsung dengan warga lokal setempat.
Sentra kerajinan
Para pengurus Pokdarwis Liang Bua memiliki mimpi lain yaitu memiliki rumah sentra kerajinan.
Mimpi mereka, rumah sentra kerajinan tersebut akan membuat situs wisata arkeologi Liang Bua kian bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
Kata mereka, di rumah sentra kerajinan tersebut akan menghasilkan berbagai kerajinan tangan yang akan menjadi cendera mata bagi wisatawan.
Berbagai kerajinan tangan atau handicraft yang bercirikhas Manggarai akan diproduksi di rumah tersebut dan akan menjadi penghasilan tambahan bahkan menjadi penghasilan utama kaum wanita di sekitar situs arkeologi Liang Bua.
“Mimpinya, kami akan mempertontonkan bagaimana handicraft khas Manggarai diproduksi. Termasuk memproduksi kain tenun Manggarai,” Deni menyampaikan.
Pinjam Uang Bangun Gazebo
Hal yang paling menarik dari Pokdarwis Liang Bua adalah pembangunan gazebo yang berlokasi di Liang Galang.
Saat tiba di Liang Galang, media ini diterima di Liang Galang. Selaku pengurus Pokdarwis Liang Bua, Deni dan Hironimus bersama pengurus lainnya menyambut dengan ramah dan mengajak media ini masuk ke sebuah gazebo yang berarsitektur rumah adat Manggarai.
Di depan gazebo tersebut, kami dikenakan lipa songke (sarung tenun Manggarai) selendang dan topi bercorak Manggarai. Kemudian kami dipersilahkan masuk dan akan weku alias duduk bersila.
Ada dua gazebo yang dibangun tepat di depan Liang Galang. Sebuah gazebo dijadikan tempat penyambutan tamu secara adat yaitu di bangunan berarsitektur rumah adat Manggarai, ada dua unit terbuka. Dari dua bangunan tersebut, pada sisi depannya dengan posisi agak rendah, terdapat halaman atau Natas, tempat berbagai atraksi budaya dipentaskan. Para tamu dengan mudah menyaksikan atraksi yang dipentaskan.
Di dua unit bangunan terbuka tersebut tersedia showcase atau lemari pendingin minuman ringan, yang dijual bagi tamu yang ingin menikmatinya.
Jika perhatikan seksama, konsep gazebo benar-benar fungsional dengan memanfaatkan konjungtur tanah yang miring.
Pemanfaatan konjungtur tanah yang miring, terkesan bahwa gazebo tersebut didesign oleh profesional.
Memang pembangunannya belum final, masih terdapat beberapa bagian yang masih harus dirampungkan.
Media ini awalnya berpikir bahwa gazebo tersebut dibangun dengan sumber dana dari pemerintah.
Mendapat pengakuan dari para pengurus Pokdarwis Liang Bua, ternyata pembangunan gazebo tersebut bersumber dari pinjaman pada pihak ketiga.
“Pokdarwis Liang Bua pinjam uang dari pihak lain di desa Liang Bua. Dan bersyukur ada pihak yang baik hati memberi kami pinjaman dan pengembaliannya dengan cicil,” jelas Deni disertai senyum.
Anggota Pokdarwis Liang Bua lain menambahkan, pinjaman tersebut sudah lunas dikembalikan.
Berapa besar pinjaman itu? “Kami pinjam sebesar tiga puluh juta rupiah (Rp 30.000.000),” jawab Hironimus.
Ditanya, hanya sebesar itu untuk menyelesaikan beberapa unit gazebo ditambah dengan tembok penahan dan tangga masuk?
Belasan anggota Pokdarwis Liang Bua yang hadir mengakui, mereka mengerjakan sendiri beberapa pekerjaan konstruksi yang ada.
Dijelaskan, sebelumnya tanah depan Liang Galang sangat terjal. Namun dengan kegigihan para anggota Pokdarwis tersebut, gazebo yang ada sangat apik dan asri.
Mereka mengakui, adapun pengembalian uang pinjaman Pokdarwis Liang Bua berasal dari penjualan tiket masuk ke lokasi wisata Liang Bua.
“Puji Tuhan, sejak terbentuknya Pokdarwis Liang Bua dan adanya gazebo, kunjungan wisatawan lumayan banyak,” ungkap Deni.
Pengurus dan anggota Pokdarwis Liang Bua akui, gazebo milik mereka dibangun di atas tanah milik pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur.
Tentang harga tiket, Deni dan Hironimus menjelaskan, tarif retribusi yang baru berdasarkan pengelolaan oleh Pokdarwis Liang Bua dikenai biaya yang berbeda-beda.
Wisatawan Mancanegara dikenakan tarif Rp. 80.000, dengan rincian : entry fee dengan peraturan daerah Kab. Manggarai Rp. 30.000 dan untuk organisasi, guide, sewa sarung, kopi dan makanan lokal Rp. 50.000)
Wisatawan Nusantara Rp. 60.000 (Entry Fee dengan peraturan daerah Kab. Manggarai Rp. 10.000 dan untuk organisasi, guide, sewa sarung, kopi dan makanan local Rp. 50.000)
Wisatawan Nusantara Lokal asal Kabupaten Manggarai) : Rp. 35.000 (Entry Fee dengan peraturan daerah Kab. Manggarai Rp. 10.000 dan untuk organisasi, guide, sewa sarung, kopi dan makanan lokal Rp. 25.000)
Pelajar: Rp. 20.000 (Entry Fee dengan peraturan daerah Kab. Manggarai Rp. 3.000 dan untuk organisasi, guide, sewa sarung, kopi dan makanan local Rp. 17.000).
Menurut mereka, selama dua bulan sejak Juni hingga Juli, Pokdarwis Liang Bua telah menyetor retribusi ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai lebih dari Rp 12.000.000.-
Membawa Manfaat
Para pengurus mengakui, kehadiran Pokdarwis Liang Bua sangat membawa manfaat bagi masyarakat sekitar area wisata arkeologi Liang Bua.
Sekarang masyarakat sudah merasakan manfaatnya, karena hasil pertanian seperti umbi-umbian yaitu keladi dan ubi kayu bisa dijual ke Pokdarwis Liang Bua. Demikian juga dengan jagung, pisang, kelapa muda juga dijual untuk dihidangkan kepada para tamu.
Demikian juga dengan hasil perkebunan seperti kopi biji.
Selain itu ada manfaat lain di bidang sosial. “Ada perubahan paradigma berpikir di masyarakat desa Liang Bua, bahwa sekolah itu penting. Dan sekarang warga desa Liang Bua pada lomba menyekolahkan anak. Warga menyaksikan, apa yang dilakukan oleh Pokdarwis Liang Bua,” papar Deni dengan bangga.
Di akhir perbincangan, para pengurus menyampaikan sejumlah kendala yang dihadapi. “Untuk melayani para tamu yang datang dan jumlahnya terus meningkat, ada hal yang sangat mendesak yaitu MCK. Fasilitas MCK yang ada di museum Liang Bua, yang berfungsi hanya satu. “Di saat jumlah tamu yang berkunjung meningkat, selalu antrian ketika hendak ke toilet. Itu kadang kita malu dan susah menjelaskan hal seperti itu ke tamu,” kata seorang anggota Pokdarwis Liang Bua.
Hal tersebut dibenarkan oleh Deni, seraya menambahkan, lokasi wisata Liang Bua sangat membutuhkan ketersediaan air minum bersih. “Dalam berbagai kekurangan tersebut, kami tetap maksimal melayani tamu dan berusaha sedemikian rupa agar tamu tidak kecewa,” kata Hironimus.
Dia menambahkan, selama beberapa bulan berjalan, pihaknya selalu lakukan evaluasi, dan yang paling penting adalah ketika ada komplain dari para pengunjung. “Bersyukur, hingga kini belum ada komplain dari para tamu,” ujarnya.
Para pengurus dan anggota Pokdarwis Liang Bua menyampaikan rasa syukur dan terimakasih kepada SwaraNet Grup yang telah menyumbangkan meteran listrik yang dimanfaatkan di gazebo milik mereka. “Satu per satu kebutuhan kami sudah diatasi. Walau ada harapan, semoga Pemkab Manggarai segera menangani akses jalan ke Liang Bua sehingga kunjungan wisatawan ke sini lancar,” demikian Fransiskus Deni Mangga mewakili Pokdarwis Liang Bua.
Penulis: aka