Ruteng, FokusNTT.com- SMPN 12 Satar Mese Kabupaten Manggarai menggandeng Densus 88 untuk melaksanakan sosialisasi intoleransi, radikalisme, terorisme, dan penyimpangan seksual, pada Jumat (10/10/2025).
Kegiatan yang dibuka Kepala SMPN 12 Satar Mese, Marsianus Ngera, menghadirkan sejumlah pemateri yaitu pihak BKKBN, Polsek Satar Mese, DP2KB Kabupaten Manggarai, serta Tim Pencegahan dari Kasatgaswil Densus 88 NTT.
Adapun kegiatan tersebut untuk menjadi bekal bagi para murid sekolah tersebut agar sehingga mampu melindungi diri dari paparan paham intoleransi, radikalisme, ekstremisme, terorisme, serta penyimpangan seksual.
Kepala Sekolah SMPN 12 Satar Mese, Marsianus Ngera menegaskan, kegiatan ini menjadi langkah penting di tengah tantangan moral dan sosial yang kian kompleks di kalangan remaja.
“Di era digital saat ini, berbagai informasi sangat mudah diakses. Ada yang baik, tapi banyak juga yang menyesatkan. Kami ingin anak-anak kami selamat dari paparan ideologi intoleran, radikalisme, terorisme, dan penyimpangan perilaku seksual,” ujarnya.
Marsianus mengaku, pihaknya tak menutup mata terhadap persoalan nyata yang dihadapi sekolahnya, termasuk maraknya perilaku perundungan (bullying).
“Perilaku bullying masih sering terjadi di sekolah kami. Kami sempat putus asa, tapi terus berusaha membina anak-anak agar menjadi orang baik. Kegiatan seperti ini sangat penting. Ini jembatan untuk masa depan mereka,” katanya.
Bijak Bermedia
Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Satar Mese, Iptu Kiki Zakia Muhamad Baschoan saat membawakan materinya, mengingatkan para pelajar agar bijak menggunakan gawai dan media sosial.
“Saya yakin banyak di antara kalian punya HP Android. Ingat, hari ini jarimu adalah harimaumu,”kata Iptu Kiki yang disambut para siswa.
Iptu Kiki menyampaikan pesan serius bahwa kesalahan kecil di dunia maya dapat berakibat fatal. “Sekali jari kalian salah ketik atau share, bisa fatal akibatnya. Jangan asal posting,” ujarnya mengingatkan.
Khusus kepada para siswi, Kapolsek Satar Mese memberi pesan untuk menjaga diri dan memahami batasan pergaulan. Ia bahkan menyinggung kasus kekerasan seksual yang baru-baru ini ditangani pihaknya.
“Dua minggu lalu kami tangani kasus anak umur 12 tahun yang diperkosa om kandungnya sendiri karena orang tuanya bekerja di Malaysia. Ini pelajaran pahit. Karena itu, jaga diri baik-baik dan jangan mudah percaya pada siapa pun,” pesannya kepada ratusan pelajar di sekolah tersebut.
Bangun Komunikasi dan Ketahanan Diri
Sementara itu Perwakilan DP2KB Kabupaten Manggarai, Pius Wanda, mengajak para siswa untuk berani terbuka kepada orang tua dan guru dalam menghadapi persoalan pribadi.
“Anak-anak, kalau ada masalah, jangan diam. Cerita ke orang tua atau guru. Jangan sembunyikan hal-hal yang membuat kalian takut,”kata Pius.
Pius kemudian memaparkan tujuh langkah pencegahan perilaku menyimpang: menjalin komunikasi dengan orang tua, mencari sahabat yang dipercaya, meningkatkan kepercayaan diri, berani menolak hal buruk, menghindari pergaulan bebas, aktif dalam kegiatan positif, dan menjaga kesehatan.
Selanjutnya materi Kesehatan Reproduksi dan Pendewasaan Usia Perkawinan dibawakan oleh Hirinimus, staf DP2KB Kabupaten Manggarai lainnya.
“Pada masa pubertas, rasa ingin mencoba itu besar sekali. Tapi sayangnya yang sering dicoba justru hal-hal negatif seperti balapan motor, merokok, mabuk, bahkan hubungan seks di usia dini,” papar Hiromus.
Ia menegaskan, usia ideal menikah bagi perempuan adalah 21 tahun dan bagi laki-laki 25 tahun. “Kalau menikah terlalu muda, banyak risikonya. Pernikahan dini sering terjadi karena putus sekolah. Jadi, kalau bisa, selesaikan sekolah sampai kuliah dulu,” pesannya.
Bagian inti sosialisasi dibawakan oleh Silvester Guntur, dari Tim Pencegahan Paham Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme Densus 88 Kasatgaswil NTT.
Silvester mengupas bagaimana ancaman ideologi ekstrem kini menyusup halus melalui dunia maya.
Ia menegaskan, dunia digital adalah ruang terbuka tanpa batas yang bisa menjadi sarana penyebaran kebencian dan manipulasi psikologis.
“Sekali kalian buka ponsel, jutaan informasi masuk. Tapi tidak semua benar. Ada yang sengaja disusun untuk menanamkan kebencian, ada yang dibuat untuk menjebak,” katanya.
Silvester menyoroti peningkatan perilaku menyimpang di ruang digital seperti pornografi, sexting, grooming online, dan kekerasan seksual berbasis daring.
Diapun membeberkan data berbagai kasus kekerasan seksual di NTT berdasarkan laporan Kemen PPPA tahun 2024.
Berdasarkan data tersebut, kasus kekerasan seksual daring meningkat 28% dibanding tahun sebelumnya. Di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) saja, tercatat lebih dari 320 kasus kekerasan terhadap anak dan remaja sepanjang 2023–2024, sebagian besar berawal dari interaksi di media sosial.
Sementara itu, data Polri 2024 menunjukkan lebih dari 2.300 laporan judi online melibatkan remaja. Secara nasional, terdapat 28.831 kasus kekerasan terhadap anak dan 480 kasus kekerasan digital pada tahun yang sama. Angka-angka ini, kata Silvester, menjadi alarm bagi semua pihak bahwa pencegahan tidak bisa lagi ditunda.
Sosialisasi yang Dialogis
Suasana menjadi semakin hidup saat sesi tanya jawab dibuka. Bian, salah satu siswa, dengan polos bertanya; “Apa alasan sekolah kami dijadikan sasaran sosialisasi, dari semua sekolah di Satar Mese?”
Dengan tenanh Silvester menjawab , “Yang pasti, sosialisasi ini dilakukan bukan karena ada teroris di sekolah kalian. Yang dilakukan hari ini adalah pembekalan terhadap kalian. Karena di mana pun kamu pergi, kamu akan berhadapan dengan internet yang berisi banyak informasi negatif. Semua orang rentan terpapar.
Kenapa di sekolah kalian? Sebenarnya bukan hanya di sekolah kalian saja, kegiatan seperti ini juga akan dilakukan di sekolah lainnya, bukan hanya di Satar Mese.”
Pertanyaan lain datang dari Rini. Dengan nada penasaran, ia bertanya, “Apa aspek-aspek yang membuat teroris meneror masyarakat?”
Silvester menjawab lugas, “Pertama, ada aspek ideologis, di mana mereka meyakini hanya pemahamannya yang benar. Jika ada orang yang tidak seideologi, maka dianggap kafir dan layak dibunuh. Kedua, aspek keadilan ekonomi. Mereka merasa hanya orang tertentu yang diuntungkan, sementara yang lain ditindas. Ketiga, aspek sosial, karena ada ketimpangan sosial yang menimbulkan rasa marah terhadap sistem dan masyarakat.”
Kepala Sekolah Marsianus Ngera kemudian menanggapi dengan senyum hangat.
“Kalau kamu bertanya pada saya kenapa pilih SMP 12, jawaban saya adalah karena saya mencintai kalian semua. Kami menyadari bahwa apa yang kami berikan kepada kalian tidak cukup, maka kami mengundang banyak pihak, contohnya soal terorisme, agar kalian mendapat bekal yang lebih kuat untuk masa depan”
Sosialisasi yang berlangsung setengah hari itu ditutup dengan pesan kuat dari Silvester Guntur:
“Remaja tangguh bukan yang tidak pernah jatuh, tapi yang bisa bangkit dengan iman dan nilai yang benar. Kalian adalah masa depan bangsa. Jangan biarkan jari dan pikiran kalian dikendalikan oleh kebencian atau hawa nafsu.”
Editor: aka