Terkuak Fakta, Tahun 2017 Warga Poco Leok Penolak Geothermal Ikut Menandatangani Dukungan. Mengapa Berubah? 

Demonstrasi warga pendukung proyek geothermal untuk pengembangan PLTP Ulumbu di Poco Leok pada Selasa (22/4/2025) lalu. Warga pendukung menilai bahwa aksi penolakan terjadi karena tanah para penolak tidak dimanfaatkan untuk menjadi titik pengeboran panas bumi.

Ruteng, FN- Terkuak fakta yang menarik dari dokumen sosialisasi awal proyek geothermal di Poco Leok untuk pengembangan PLTP Ulumbu yang dilakukan pada tanggal 7 September 2017 silam di desa Lungar, Kecamatan Satar Mese.

Dalam dokumen tersebut, sejumlah warga bahkan tokoh Poco Leok yang sekarang gencar melakukan penolakan proyek geothermal di wilayah tersebut, ternyata sudah menerima dan ikut menandatangani persetujuan agar proyek tersebut dilaksanakan.

Bacaan Lainnya

Sejumlah tokoh Poco Leok tersebut diantaranya adalah Tadeus Sukardin dan Agustinus Tuju.

Keduanya sekarang menjadi orang terdepan yang menolak kehadiran proyek geothermal di wilayah tersebut. Keduanya bersama ratusan warga lainnya sudah menerima dan menyetujui agar proyek geothermal di Poco Leok dilaksanakan demi kemajuan di wilayah tersebut.

Saat pertemua tersebut, Tadeus Sukardin selaku Ketua BPD Lungar ikut menandatangani pernyataan dukungan. Demikian juga dengan Agustinus Tuju, dalam kapasitasnya sebagai salah satu tua adat gendang Nderu.

Mereka membubuhkan tandatangan bersama ratusan warga lainnya dari beberapa komunitas masyarakat yang terdiri dari tiga desa di wilayah Poco Leok dan juga dari desa Wewo.

Adapun dokumen yang ditandatangani itu merupakan dokumen “Sosialisasi dan konsultasi publik Pengembangan Proyek PLTP Plum Ulumbu 2 X 20 MW Kecamatan Satar Mese Kabulaten Maanggarai Nusa Tenggara Timur”.

Dalam dokumen tersebut juga disepakati sejumlah hal termasuk mendukung proyek geothermal di Poco Leok dan di desa Wewo untuk pengembangan PLTP Ulumbu.

Bahkan para tokoh yang menolak itu ikut terlibat dalam survey untuk mengukur kekuatan sumber panas bumi di sejumlah titik yang ada di tiga desa di wilayah Poco Leok.

Adapun tiga desa tersebut adalah Desa Golo Muntas yaitu di Kampung Wae Ratung, desa Mocok dan Desa Lungar.

“Ada lebih dari 60 titik yang diukur potensinya dan dengan antusias Tadeus Sukardin dan Agustinus Tuju ikut memasang alat deteksi kekuatan panas bumi,” kata seorang warga desa Lungar kepada media ini, Sabtu (26/4/2025) lalu.

Ditanya mengapa mereka begitu antusias mengikuti survey awal di tahun 2017 itu bahkan ikut menandatangani kesepakatan untuk menjalankan proyek geothermal di Poco Leok?

Sumber itu mengatakan, Tadeus Sukardin dan Agustinus Tuju serta beberapa pemilik lahan yang disurvey berharap agar lahan mereka menjadi titik pengeboran panas bumi.

“Awalnya mereka berpikir, semua titik yang disurvei itu akan menjadi lokasi pengeboran dan mereka berharap tanah mereka akan menjadi salah satu lokasi. Ternyata hasil survey, hanya beberapa lokasi saja yang layak,” tandas sumber yang tidak mau namanya dipublikasi media.

Ditanya lagi, apakah alasan itu yang membuat mereka berubah dari mendukung kemudian menjadi pihak yang menolak?

“Mereka memang berharap, lokasi pengeboran salah satunya berada di tanah mereka. Tapi ternyata potensinya tidak seberapa. Hanya beberapa titik lokasi yang layak karena potensinya besar. Itulah sebabnya mereka menolak dengan alasan merusak lingkungan dan merampas hak ulayat. Itu alasan yang dicari-cari,” ungkap sumber itu.

Ironisnya, kata tokoh itu, Tadeus Sukardin bersama sejumlah orang yang telah menyetujui kehadiran proyek geothermal di Poco Leok menerima dan memfasilitasi sejumlah LSM anti geothermal ke wilayah Poco Leok. “Tadeus Sukardin dan Agustinus Tuju serta beberapa warga lainnya yang kecewa lahannya tidak dimanfaatkan lokasi pengeboran menjadi pintu masuk bagi sejumlah LSM bahwa proyek geothermal di Poco Leok itu ditolak warga atas nama lingkungan dan masyarakat adat,” terang warga tersebut yang diakui sejumlah warga lainnya.

Tentang dukungan awal warga Poco Leok atas kehadiran proyek geothermal di wilayah itu juga diungkapkan warga Poco Leok lain saat berdialog dengan anggota DPRD Kabupaten Manggarai pada Selasa (22/4/2025) lalu.

“Sejak tahun 2017, kegiatan survey panas bumidi wilayah Poco Leok itu sudah berjalan. Dan tidak ada satupun manusia (di Poco Leok) pada saat (survey) itu yang mengatakan kami menolak. Bahkan dengan semangat orang-orang Poco Leok membawa tim survey ke lokasi-lokasi yang hendak di survey, dan kegiatan (survey) itu dilaksanakan sampai tahun 2019,” tandas Tadeus Dapang, salah seorang tokoh masyarakat Poco Leok di hadapan anggota DPRD Kabupaten Manggarai.

Regina Saul, salah seorang ibu rumah tangga dari gendang Lelak Poco Leok yang ikut berdialog dengan anggota DPRD Kabupaten Manggarai mengemukakan alasan mengapa ada yang menolak kehadiran proyek geothermal di Poco Leok.

Dia mengatakan, wajar kalau ada yang menolak karena lahan warga yang menolak  tidak digunakan untuk menjadi titik lokasi pengeboran geothermal.

Regina Saul mengatakan, beberapa tahun lalu silam dia didatangi sejumlah orang yang mempropagandakan bahwa geothermal akan membawa dampak tidak baik.

Namun dia menjawab bahwa apa yang disampaikan sejumlah pihak itu tidak sesua kenyataan. Regina menikah dengan warga Kampung Lelak, berasal Kampung Tantong di sekitar wilayah pengeboran PLTP Ulumbu, desa Wewo. Kata dia, tidak ada warga kampung Tantong yang meninggal karena pengeboran geothermal PLTP Ulumbu.

Seperti yang diketahui, pro kontra kehadiran proyek geothermal di wilayah Poco Leok sejak dikeluarkannya SK penetapan lokasi oleh Bupati Manggarai pada akhir tahun 2022 lalu. Dari 60-an titik yang disurvey, kurang dari 5 lokasi yang ditetapkan untuk dilakukan pengeboran.

Sejumlah warga menolak kehadiran proyek geothermal di Poco Leok bahkan meminta SK Penetapan lokasi Bupati Manggarai segera dicabut.

Seperti yang disampaikan oleh Regina Saul bahwa penolakan oleh sejumlah warga tersebut karena tanah mereka tidak menjadi lokasi pengeboran panas bumi.

Penulis: aka

Pos terkait