Ruteng, FokusNTT.com- Sebuah video beredar di berbagai platform media sosial pada Rabu (30/10/2025), yang merekam peristiwa saat ayah alm Prada Lucky Namo yaitu Sersan Mayor (Serma) Kristian Namo marah di ruang sidang Pengadilan Militer III-15 Kupang.
Dalam video tersebut, Serma Kristian Namo dengan suara melengking melampiaskan kemarahan kepada Pengadilan Militer III-15 Kupang yang mengadili kasus pembunuhan terhadap anaknya, alm Prada Lucky Namo.
Kemarahan Serma Kristian Namo itu diperkirakan terjadi usai sidang di ruang sidang Pengadilan Militer III-15 Kupang.
Dalam video tersebut, Serma Kristian Namo yang mengenakan loreng TNI berteriak, “Pecat saya.. Saya kecewa dengan TNI. Buktikan anak saya salah.. Hari ini saya kecewa dengan (sidang) pengadilan (militer III-15 Kupang). Kenapa tidak bisa buktikan (kesalahan anak saya). Katanya jalan cerita.Anak saya mati tidak ada salah. 22 tersangka harus (dijatuhi) hukuman mati. Orang tidak salah, mereka bunuh. Ingat baik-baik,” teriak Serma Kristian Namo seraya menunjuk ke arah mejah majelis hakim militer.
Adapun sidang kasus kematian Prajurit Dua (Prada) Lucky Chepril Saputra Namo mulai digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Senin (27/10/2025) dan Selasa (28/10/2025).
Dalam sidang yang berlangsung hingga malam pada Selasa (28/10/2025), 17 terdakwa yang merupakan senior Lucky dan empat saksi, termasuk orang tua dan rekan korban, dihadirkan untuk memberikan kesaksian.
Sidang ini dipimpin oleh Mayor Chk Subiyatno selaku Hakim Ketua, dengan Kapten Chk Denis Carol Napitupulu dan Kapten Chk Zainal Arifin Anang Yulianto sebagai hakim anggota.
Oditur Militer dalam sidang ini adalah Letkol Chk Yusdiharto. Tuduhan Pemaksaan Mengaku LGBT
Saat membacakan dakwaan, Oditur Militer Letkol Chk Yusdiharto menyebutkan bahwa para terdakwa menganiaya Prada Lucky dan memaksanya mengaku sebagai bagian dari komunitas LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender).
Prada Richard, rekan satu letting Lucky, mengungkapkan bahwa ia juga dipaksa untuk mengaku terlibat hubungan sesama jenis dengan Lucky oleh atasannya, Letda Inf Made Juni Arta Dana.
Richard mengaku kejadian tersebut terjadi pada 28 Juli 2025 sekitar pukul 21.00 Wita. “Saya ditanya berapa kali LGBT, tapi saya terpaksa berbohong supaya tidak dipukuli lagi,” ungkap Richard dalam persidangan. Richard mengaku mengalami perlakuan kasar, termasuk dicambuk sebanyak lima hingga enam kali. Perlakuan yang sama juga dialami oleh Prada Lucky. Tudingan LGBT Tidak Bisa Dibuktikan
Tudingan tentang keterlibatan Lucky dalam praktik LGBT dipertanyakan oleh ayahnya, Sersan Mayor Kristian Namo. “Dari keterangan para saksi lainnya bahwa anak saya ini dianiaya karena dibilang LGBT, karena itu saya minta bukti-buktinya,” kata Kristian dalam sidang mengutip Kompas.
Menanggapi hal tersebut, Oditur Letkol Chk Yusdiharto menyatakan bahwa tuduhan LGBT terhadap korban tidak bisa dibuktikan. “Untuk LGBT itu tidak bisa dibuktikan. Itu hanya asumsi dari mereka,” kata Yusdiharto, menegaskan bahwa para terdakwa baru mengenal Lucky selama satu bulan setengah, dan batalyon mereka belum genap dua bulan bertugas bersama.
Saksi Ungkap Nama Pelaku
Dalam persidangan, Sersan Mayor Kristian Namo juga menyebutkan nama salah satu terdakwa, Sersan Satu (Sertu) Andre Mahoklory, yang disebut ikut menganiaya Lucky.
Andre, yang juga tetangga Lucky di Kupang dan sering dijadikan tempat mengadu oleh orang tua Lucky, diketahui telah menipu mereka dengan mengaku akan menjaga Lucky, namun malah turut serta dalam kekerasan terhadapnya. “Dia terlalu banyak menipu saya. Dia bilang siap bapa, izin ade Lucky ini akan saya jaga. Matamu yang jaga,” kata Kristian, dengan perasaan kesal.
Oditur Militer Letkol Chk Yusdiharto memastikan bahwa keterangan ini akan dicatat dan bahwa Andre akan bertanggung jawab jika terbukti bersalah.
Ibu Lucky, Sepriana Paulina Mirpey, dalam keterangannya di depan Majelis Hakim, memohon agar para pelaku dijatuhi hukuman yang setimpal. “Saya mohon kepada Bapak Hakim yang mulia, tolong terapkan pasal yang benar-benar memberatkan para pelaku, karena mereka telah menghilangkan nyawa anak saya secara biadab dan tidak manusiawi,” ucap Sepriana dengan suara bergetar.
Sepriana yang sangat terpukul atas kematian anaknya, yang telah dibesarkannya dengan penuh kasih sayang, berharap agar para pelaku dipecat dari dinas militer dan dihukum seumur hidup. “Biar mereka merasakan seperti apa yang saya rasakan karena telah kehilangan anak saya,” ujar Sepriana dengan haru.
Sidang dengan perkara serupa akan dilanjutkan pada hari ini (Rabu, 29/10/2025) dengan terdakwa Pratu Ahmad Ahda dan tiga rekannya. Persidangan ini terbuka untuk umum, dan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan keluarga.
Prada Lucky Chepril Saputra Namo (23), prajurit TNI Angkatan Darat yang bertugas di Batalion TP 834 Waka Nga Mere, meninggal dunia pada 6 Agustus 2025 setelah diduga dianiaya oleh para seniornya.
*/aka








