Harga Ayam Potong di Pasar Inpres Ruteng Melejit, Pedagang: “Seharusnya Tidak Layak dengan Harga Itu”

Ruteng, FN- Harga ayam pedaging atau atau ayam potong di pasar Inpres Ruteng, Kabupaten Manggarai, NTT, sudah mulai naik berkisar Rp 80.000-85.000 per ekor.

Menurut para pedagang, jika dilihat dari beratnya, seharusnya ayam potong tidak layak dijual dengan harga seperti itu.

Bacaan Lainnya

Pantauan media ini pada Jumat (22/8/2025) siang, semua pedagang eceran di pasar Inpres Ruteng menjual ayam pedaging dengan harga tersebut di atas.

Para pedagang mengaku, seharusnya harga jual ayam dengan besar atau berat seperti itu, harga tersebut sangat tidak layak.

Dikatakan, harga tersebut sudah mulai berlaku sejak dua minggu terakhir.

Mereka beralasan, harga jual dipatok sebesar itu karena mereka membeli dari penyedia atau penyalur sebesar Rp 75.000 per ekor.

“Kami membeli sebesar Rp 75.000 per ekor dari para penyalur yang sudah menjadi langganan kami,” ungkap Mathias, salah seorang pedagang yang memiliki stand di pasar Inpres Ruteng.

“Kami juga kasian dengan pembeli. Seharusnya ayyan dengan beesarnya cuma seperti itu, tidak layak dijual dengan harga seperti itu. Sangat mahal. Tetapi mau bilang apa, kami meembeli dengan harga Rp 75.000 per ekor dari penyedia ayam,” kata Mathias dengan datar.

Pantauan media ini pada Jumat siang, semua pedagang di pasar Inpres Ruteng termasuk yang berjualan di luar pasar, menjual ayam pedaging dengan harga yang sama.

Masih menurut para pedagang itu, ayam yang mereka jual tersebut sebagian besarnya diperoleh dari para penyalur asa Kabupaten Ngada.

Pedagang lain mengatakan, ayam yang mereka beli dari penyalur pada beberapa waktu lalu, beratnya sangat terpaut jauh dengan yang mereka jual sekarang. “Harganya juga jauh berbeda. Kali lalu ayam sebesar ini kami beli dengan harga Rp 40-50 ribu per ekor. Dalam dua minggu kemudian, kami jual dengan harga Rp 70.000- 80.000 – per ekor, karena ayamnya besar setelah kami beri makan” ungkap pedagang lainnya.

Mereka mengaku, ayam yang mereka jual sekarang tidak layak dijual dengan harga Rp 80.000 – 85.000, karena besar atau beratnya berbeda jauh dari ayam yang mereka jual sebelumnya.

“Ayam sebesar ini, seharusnya tidak layak dijual dengan harga Rp 80.000-85.000,” tutur Mathias lagi.

Dia menambahkan, dia dan para pedagang ayam lainnya di pasar Inpres Ruteng, sangat sulit memperoleh ayam yang besar dari para penyedia langganan mereka.

Masih menurut para pedagang itu, beberapa pekan terakhir persediaan dari para penyedia asal Ngada dan harga belinya sangat mahal.

Sekarang seekor (ayam) kami beli dengan harga Rp 75.000. Kali laku yaitu lebih dari dua minggu lalu, per ekor ayam dengan besarnya sama, kami beli dengan harga paling tinggi Rp 50.000 per ekor,” tutur Mathias.

Selain mahal, lanjut Mathias, penyalur ayam asal Ngada sudah tidak seramai dulu. “Sekarang pemasok asal (Kabupaten) Ngada tidak seramai dulu. Sekarang sudah sepi,” tambahnya.

Seorang ibu yang ditemui saat membeli ayam potong mengaku, seekor ayam yang dibelnya dengan harga Rp 85.000, beratnya hanya 1,2 kg. “Seekor ayam yang dibeli dengan haarga Rp 85.000 dan besarnya seperti ini, beratnya hanya 1,2 kg,” tutur ibu tersebut.

Dia mengaku, pada dua bulan lalu dia membeli seekor ayam dengan harga Rp 80.000, beratnya lebih dari 2 kg. “Sekarang, berat seekor ayam dengan harga yang sama hanya 1 sampai 1,2 kg. Dulu harga yang sama, berat seekor ayam mencapai 2 kg bahkan lebih,” jelas ibu yang memiliki usaha warung makan tersebut.

Para pedagang ditanya, mengapa terjadi kelangkaan pasokan ayam dari para penyedia khususnya dari Kabupaten Ngada?

“Karena para pedagang asal (kabupaten) Ngada menyalurkan ayamnya ke dapur MBG (makanan bergizi gratis) di semua Kabupaten di NTT. Ayam dari wilayah Kabupaten Ngada dibawa juga ke Pulau Timor dan Pulau Sumba,” kata Mathias yang diiyakan pedagang lainnya.

Penulis: aka

Pos terkait